Sahabat Rasulullah SAW yang bernama Tsa’labah bin Hatib dikisahkan sebagai seorang hamba yang zakatnya ditolak Allah SWT. Tsa’labah bin Hathib adalah orang yang taat beribadah, rajin dalam mendirikan sholat dan menghadiri majelis Rasulullah SAW.
Lantas apa yang menyebabkan zakat Tsa’labah ditolak?
Buku Lembaran Kisah Mutiara Hikmah oleh Dian Erwanto menuliskan, Tsa’labah dikenal sebagai orang yang memiliki kehidupan yang susah serta harta yang terbatas. Dia terkadang mengenakan pakaian secara bergantian bersama sang istri.
Pada suatu hari, selepas Tsa’labah melakukan sholat dia langsung keluar dari masjid tanpa berdoa terlebih dahulu. Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya, “Mengapa setelah sholat engkau bersikap seperti orang munafik yang terburu-buru keluar masjid?”
Kemudian, Tsa’labah menjawab, “Ya Rasulallah, saya terburu-buru keluar karena saya dan istri saya hanya memiliki selembar pakaian yang sedang saya pakai ini, jadi saya menggunakan pakaian ini sedangkan istri saya telanjang di rumah, lalu saya menjumpainya untuk memakai pakaian ini untuk shalat sedangkan saya telanjang, oleh sebab itu doakanlah saya agar dikaruniai harta melimpah.”
Rasulullah SAW menjawab, “Wahai Tsa’labah, sesungguhnya harta yang sedikit yang disyukuri itu lebih baik daripada harta banyak yang tidak bersyukur.”
Tsa’labah Minta Didoakan agar Menjadi Kaya
Ketika Tsa’labah bertemu Rasulullah SAW, dia selalu meminta untuk didoakan agar menjadi orang yang kaya.
Di suatu hari, Tsa’labah datang lagi menghadap Rasulullah SAW untuk kedua kalinya dan berkata, “Ya Rasulullah, doakanlah kami agar Allah melimpahkan harta kepadaku.”
Rasulullah menjawab “Tidakkah engkau mempunyai teladan baik pada diri Rasulullah? Demi Allah seandainya saya ingin mengubah gunung itu menjadi emas dan perak, niscaya itu akan terjadi.”
Rasulullah SAW menolak permintaan Tsa’labah untuk didoakan. Rasulullah berharap dia bisa mensyukuri atas rezeki yang dimilikinya.
Pada hari berikutnya, Tsa’labah kembali mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, doakanlah kami agar dikaruniai harta melimpah, demi Dzat yang telah mengutus engkau sebagai seorang Nabi, maka karuniakan lah harta kepadaku pasti aku akan memberikan hak-hak kepada yang berhak.”
Kemudian Rasulullah bersedia mendoakan Tsa’labah agar diberi harta yang melimpah. Tidak hanya itu, beliau juga memberikan sepasang kambing yang pada akhirnya berkembang sangat pesat.
Kambing yang diberikan Rasulullah diberkahi Allah SWT sehingga berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Kambing ini layaknya ulat yang berkembang biak secara pesat dan banyak dalam waktu yang singkat.
Dari hasil pengembang biakan itu seluruh kota penuh dengan kambing Tsa’labah. Dia pun kemudian berpindah kota ke kota lainnya, karena kambing-kambing yang terus berkembang biak.
Tsa’labah juga bermukim di desa agar memiliki cukup ruang untuk beternak kambing. Semakin hari kambing-kambing milik Tsa’labah semakin banyak, dia pun mulai sibuk dengan kegiatan barunya.
Saking sibuknya, Tsa’labah sering kali tidak mengikuti majelis dan sholat berjamaah. Lama kelamaan, Tsa’labah hanya datang ke masjid ketika sholat Jumat, yang pada akhirnya dia benar-benar tidak lagi datang ke masjid untuk sholat.
Tsa’labah Diminta untuk Berzakat
Pada suatu hari, Rasulullah SAW teringat kepada Tsa’labah, beliau bertanya kepada para Sahabat: Apa yang dikerjakan Tsa’labah?
Para Sahabat menjawab: Dia memelihara kambing yang banyaknya memenuhi desa ya Rasulullah.
Rasulullah Saw. menjawab: Celakalah Tsa’labah. Kemudian Allah memerintahkan zakat, maka Rasulullah SAW mengutus dua orang untuk memungut harta zakat.
Dua orang itu disambut baik oleh masyarakat yang hendak memberikan harta zakatnya. Mereka juga bertemu dengan Tsa’labah dan meminta zakatnya, namun, Tsa’labah tidak bersedia memberikan zakat, dia malah menghina.
Tsa’labah berkata, “Ini tidak lain adalah upeti, kalian pulanglah agar saya bisa mempertimbangkan lagi. Ketika mereka berdua pulang kepada Rasulullah Saw, sebelum mereka berdua bercerita, Rasulullah SAW bersabda: Celakalah Tsa’labah.
Kemudian Allah menurunkan wahyu yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At Taubah ayat 75-76:
وَمِنْهُم مَّنْ عَٰهَدَ ٱللَّهَ لَئِنْ ءَاتَىٰنَا مِن فَضْلِهِۦ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
فَلَمَّآ ءَاتَىٰهُم مِّن فَضْلِهِۦ بَخِلُوا۟ بِهِۦ وَتَوَلَّوا۟ وَّهُم مُّعْرِضُونَ
Artinya: Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).”
Zakat Tsa’labah yang Ditolak Allah
Saat Rasulullah SAW membacakan firman Allah SWT, ada seorang lelaki yang merupakan kerabat Tsa’labah yang mendengarkan. Dia pun segera pulang untuk menemui Tsa’labah dan berkata, “Celakalah engkau Tsa’labah, sebab Allah telah menurunkan ayat yang telah mengatakan seperti ini.”
Setelah Tsa’labah mendengarkan itu, dia segera pergi untuk menemui Rasulullah SAW dengan membawa zakatnya. Namun, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah melarangku untuk menerima zakatmu.”
Pada saat itu juga Tsa’labah menaburkan tanah ke atas kepalanya sebagai penyesalannya sendiri. Rasulullah SAW bersabda: “Itu karena perbuatanmu sendiri, sebab aku telah memerintahkanmu akan tetapi engkau tidak bersedia mematuhiku.”
Ketika Rasulullah SAW wafat, Tsa’labah datang kepada sayyidina Abu Bakar dan berkata: Terimalah zakatku ini!
Namun, sayyidina Abu Bakar tidak bersedia menerimanya dan berkata: Rasulullah SAW tidak bersedia menerima darimu, bagaimana mungkin aku akan menerimanya.
Pada masa khilafah sayyidina Umar, Tsa’labah datang lagi untuk membawa zakatnya dan berkata: Terimalah zakatku ini!
Sayyidina Umar pun menjawab: Beliau berdua (Rasulullah Saw. dan sayyidina Abu Bakar) tidak bersedia menerimanya darimu, bagaimana mungkin aku bisa menerimanya.
Kemudian di masa pemerintahan khilafah sayyidina Usman, dia kembali datang untuk memberikan zakatnya dan berkata: Terimalah zakatku ini!
Sayyidina Usman juga menjawab: Beliau-beliau tidak bersedia menerima zakat darimu, bagaimana mungkin aku akan menerimanya, beliau pun menolaknya.
Sampai saat Tsa’laba meninggal dunia pada masa pemerintahan Sayyidina Usman bin Affan, zakatnya belum juga diterima.
Kisah Tsa’labah bin Hathib menjadi pelajaran penting bahwa janji dan komitmen kepada Allah harus dipenuhi. Kekayaan yang semula diharapkan menjadi berkah, jika tidak disertai dengan rasa syukur dan ketaatan, dapat menjadi penyebab kehancuran dan penyesalan di kemudian hari.